Pengertian KOMA
Koma adalah situasi darurat medis ketika penderitanya mengalami keadaan tidak sadar dalam jangka waktu tertentu. Ketidaksadaran ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas di dalam otak yang dipicu oleh beberapa kondisi.
Selain tidak menyadari keadaan di sekeliling mereka, orang yang mengalami koma umumnya juga tidak dapat mendengar suara atau merespons rasa sakit. Sebagian yang mengalaminya ada yang terlihat seperti tidur, namun sebagian lagi ada yang matanya terbuka, atau bahkan ada yang terdengar seperti mengeluarkan suara. Namun tentu saja mereka tidak menyadari gerakan-gerakan ini.
Tingkat kesadaran penderita koma tergantung dari seberapa besar bagian otak yang masih berfungsi, dan keadaan ini biasanya berubah seiring waktu. Ketika berangsur sadar, yang awalnya tidak bisa merasakan rasa sakit akan mulai merasakan rasa sakit, kemudian mulai menyadari keadaan di sekitar, dan akhirnya mampu berkomunikasi. Namun peluang sembuh dari koma akan sangat tergantung dari penyebab koma itu sendiri.
Penyebab koma
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan koma, di antaranya:
- Stroke.
- Cedera berat di kepala.
- Diabetes.
- Infeksi pada otak, misalnya meningitis dan ensefalitis.
- Keracunan, misalnya akibat karbon monoksida.
- Overdosis alkohol atau narkoba.
- Kekurangan oksigen.
- Kejang.
- Tumor pada otak.
Diagnosis koma
Pemeriksaan fisik akan dilakukan dokter sebagai langkah awal mendiagnosis koma, misalnya:
- Memeriksa ukuran pupil mata.
- Memeriksa refleks dan gerakan, misalnya gerakan pada mata atau suara-suara yang mungkin dikeluarkan oleh penderita.
- Memeriksa adanya tanda-tanda cedera pada kepala.
- Memeriksa pola napas penderita.
- Memeriksa reaksi penderita terhadap rasa sakit.
Sebelum pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab koma, dokter biasanya akan meminta keterangan pada keluarga, teman-teman, atau orang-orang terdekat dari penderita yang mengetahui kondisinya sebelum mengalami koma. Beberapa hal yang akan ditanyakan dokter di antaranya:
- Riwayat kesehatan pasien, misalnya apakah dia pernah mengidap stroke.
- Tanda-tanda kehilangan kesadaran yang terlihat dan bagaimana penderita kehilangan kesadaran, misalnya apakah secara perlahan atau tiba-tiba.
- Gejala-gejala sebelum penderita mengalami koma, misalnya sakit kepala, kejang atau muntah-muntah.
- Penggunaan obat-obatan sebelum koma.
- Perilaku penderita sebelum mengalami koma.
Untuk lebih memastikan penyebab koma sekaligus membantu dokter menemukan pengobatan yang tepat, pemeriksaan lebih detail mungkin diperlukan, misalnya:
- Pemeriksaan darah. Melalui pemeriksaan ini, hal-hal seperti kadar hormon tiroid, glukosa, maupun elektrolit pasien akan diperiksa. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya pemicu koma, misalnya overdosis alkohol atau obat-obatan, keracunan karbon dioksida, dan gangguan organ hati.
- Elektroensefalografi atau EEG. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengukur aktivitas elektrik dalam otak ini bertujuan untuk mengetahui apakah koma dipicu oleh kejang.
- MRI scan dan CT scan. Melalui pemindaian ini, gambaran kondisi otak bisa dilihat secara jelas oleh dokter, baik struktur otak dan batang otak. Di sini dokter bisa melihat apakah koma disebabkan oleh tumor, stroke, atau pun pendarahan di dalam otak. Pemindaian CT scan dibantu dengan rangkaian X-ray, sedangkan MRI scanmenggunakan gelombang kuat radio dan magnet.
- Pungsi lumbal. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui adanya infeksi pada sistem saraf.
Tingkatan koma
Tingkat kesadaran orang yang mengalami koma dapat ditentukan melalui sebuah alat yang disebut Skala Koma Glasgow. Ada tiga hal yang diukur dalam skala ini. Tiap hal memiliki poin-poin yang nantinya akan dijumlahkan. Hasil penjumlahan inilah yang kemudian dipakai untuk menentukan tingkat kesadaran seseorang saat mengalami koma.
Hal pertama adalah respons verbal terhadap perintah. Poin 0 pada kategori ini diartikan bahwa pasien tidak merespons. Poin 5 sebagai poin tertinggi diartikan bahwa pasien sadar dan bisa berbicara.
Hal kedua adalah pembukaan mata. Di dalam kategori ini, poin 0 berarti pasien tidak merespons. Poin 4 sebagai yang tertinggi diartikan bahwa pasien dapat membuka mata secara spontan.
Hal ketiga adalah respons gerakan terhadap perintah. Di sini. Poin 0 diartikan sebagai tidak adanya respons. Poin 6 sebagai yang tertinggi artinya pasien patuh terhadap perintah.
Makin tinggi total nilai yang dikumpulkan dari ketiga kategori tersebut, maka makin sedikit fungsi otak yang terganggu. Sebaliknya, makin rendah total nilai yang didapatkan, maka makin banyak bagian otak yang mengalami kerusakan dan makin parah koma yang dialami. Dokter yang menangani pasien yang koma akan menjumlahkan nilai Skala Koma Glasgow.
Pengobatan koma
Pengobatan koma tergantung dari penyebab koma itu sendiri. Misalnya dokter akan memberikan obat pengendali kejang jika koma disebabkan oleh kejang. Atau dokter akan memberikan antibiotik jika koma terjadi akibat infeksi pada otak. Jika dibutuhkan, alat-alat pendukung, seperti alat bantu napas atau transfusi darah akan dipasangkan pada penderita koma.
Kesimpulannya adalah pengobatan koma dapat dilakukan secara tepat jika hasil diagnosis yang didapat juga akurat. Begitu pun dengan peluang sadar penderita akan tergantung kepada hasil pengobatan itu sendiri dan lamanya jangka waktu koma.
Sebagai contoh, koma yang disebabkan oleh cedera di kepala dan overdosis obat-obatan memiliki peluang sembuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan koma akibat kekurangan oksigen. Namun jika cedera kepala yang dialami penderita cukup parah hingga merusak otak, bukan tidak mungkin penderita akan sulit untuk sadar atau mengalami cacat ketika dia sadar.
Tepatnya waktu seseorang untuk tersadar dari koma tidak bisa diprediksi oleh dokter. Namun makin lama koma berlangsung, maka peluang sadar bagi penderitanya umumnya akan makin tipis, terlebih lagi jika koma berlangsung lebih dari satu tahun.
Pulih dari koma
Pulihnya kesadaran orang yang mengalami koma biasanya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan bertahap. Ada sebagian penderita yang dapat sembuh total dari koma tanpa mengalami cacat sedikit pun. Sebagian lainnya tersadar, namun dengan fungsi otak atau tubuhnya mengalami penurunan, bahkan kelumpuhan.
Pada kasus penderita yang mengalami cacat setelah koma, biasanya harus ditangani lebih lanjut dengan beragam terapi oleh para ahli, misalnya fisioterapi, psikoterapi, dan terapi okupasi.
No comments:
Post a Comment