Pengertian Epilepsi
Penyakit epilepsi mungkin tidak asing di telinga kita. Kata “epilepsi” sendiri sebenarnya merupakan istilah umum yang berarti “kecenderungan untuk kejang”.
Di dalam otak kita terdapat neuron atau sel-sel saraf. Sel saraf merupakan bagian dari sistem saraf yang berfungsi sebagai pengatur kesadaran, kemampuan berpikir, gerak tubuh, dan sistem panca indera kita. Tiap sel saraf saling berkomunikasi dengan menggunakan impuls listrik. Kejang terjadi ketika impuls listrik tersebut mengalami gangguan sehingga menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali.
Kejang memang menjadi gejala utama penyakit epilepsi, namun belum tentu orang yang mengalami kejang mengidap kondisi ini. Dalam dunia medis, seseorang didiagnosis dengan epilepsi setelah mengalami kejang sebanyak beberapa kali. Tingkat keparahan kejang pada tiap penderita epilepsi berbeda-beda. Ada yang hanya berlangsung beberapa detik dan ada juga yang hingga beberapa menit. Ada yang hanya mengalami kejang pada sebagian tubuhnya dan ada juga yang mengalami kejang total hingga menyebabkan kehilangan kesadaran.
Menurut data WHO, diperkirakan jumlah penderita epilepsi di dunia mencapai lima puluh juta orang. Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 2 juta orang yang menderita epilepsi. Sebenarnya yang mengkhawatirkan bukan angkanya, namun masih minimnya penanganan bagi penderita epilepsi di Indonesia.Menurut WHO, sekitar 80-90 persen penderita epilepsi di negara-negara berkembang pada umumnya, belum mendapatkan penanganan yang layak.
Penyebab epilepsi
Epilepsi dapat mulai diderita seseorang pada usia kapan saja, meski umumnya kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan temuan penyebabnya, epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu epilepsi simptomatik, kriptogenik, dan idiopatik.
Pada epilepsi simptomatik, umumnya kejang-kejang diakibatkan oleh adanya gangguan atau kerusakan pada otak. Bertolak belakang dengan simptomatik, penyebab kejang pada epilepsi idiopatik sama sekali tidak ditemukan. Sedangkan pada epilepsi kriptogenik, meski tidak ditemukannya bukti kerusakan struktur pada otak, namun gangguan belajar yang diderita menunjukkan adanya kerusakan.
Pengobatan serta komplikasi epilepsi
Hingga kini memang belum ada obat atau metode yang mampu menyembuhkan kondisi ini secara total. Meski begitu, obat anti epilepsi atau OAE mampu mencegah terjadinya kejang, sehingga penderita dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara normal dengan mudah dan aman.
Selain obat-obatan, penanganan epilepsi juga perlu ditunjang dengan pola hidup yang sehat, seperti olahraga secara teratur, tidak minum alkohol secara berlebihan, serta mengonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang.
Alasan kenapa kejang-kejang pada penderita epilepsi perlu ditangani dengan tepat adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi dan situasi yang dapat membahayakan nyawa penderitanya. Contohnya adalah terjatuh, tenggelam, atau mengalami kecelakaan saat berkendaraan akibat kejang.
Dalam kasus yang jarang terjadi, epilepsi dapat menimbulkan komplikasi berupa status epileptikus. Status epileptikus terjadi ketika penderita mengalami kejang selama lebih dari lima menit atau mengalami serangkaian kejang pendek tanpa kembali sadar di antara kejang. Status epiliptikus dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak, bahkan kematian.
Gejala Epilepsi
Kejang-kejang merupakan gejala utama epilepsi. Sebelum kejang menyerang, ada sebagian penderita yang mengalami sensasi “aura”. Aura merupakan tanda peringatan bagi penderita epilepsi mengenai akan datangnya kejang. Lamanya aura sebelum kejang bervariasi. Ada yang hanya berlangsung beberapa detik, dan ada juga yang hingga satu jam.
Gambaran aura mirip seperti halusinasi. Contohnya, ada penderita yang merasakan keanehan pada tubuh mereka, mencium aroma tertentu, atau merasa seperti sedang di alam mimpi.
Bagaimanapun juga, aura memberikan keuntungan tersendiri pada penderita epilepsi. Mereka jadi bisa memiliki waktu untuk pindah ke tempat yang lebih aman atau meminta bantuan orang-orang sekitar sebelum kejang terjadi.
Berdasarkan kepada bagian otak yang terkena dampaknya, kejang epilepsi dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang parsial atau focal dan kejang umum.
Kejang parsial
Pada kejang parsial ataufocal,hanya sebagian otak saja yang terganggu sehingga tidak seluruh tubuh mengalami kejang. Umumnya, kesadaran seseorang tidak hilang saat mengalami kejang parsial. Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami gangguan. Contohnya jika epilepsi mengganggu fungsi otak yang mengatur gerakan tangan atau kaki, maka kedua anggota tubuh itu saja yang akan mengalami kejang.
Jika yang terserang adalah bagian otak yang mengatur fungsi indera, maka penderita epilepsi akan mengalami perubahan dalam melihat, mengecap, mendengar, atau mencium. Selain itu, kejang focal juga dapat membuat penderita berubah secara emosi, seperti merasa gembira atau takut secara tiba-tiba.
Kadang-kadang, kejang focal memengaruhi kesadaran penderitanya sehingga dia terlihat seperti bingung atau setengah sadar selama beberapa saat. Inilah yang dinamakan dengan kejang focal kompleks. Ciri-ciri kejang focal kompleks lainnya adalah pandangan kosong, menelan, mengunyah, atau menggosok-gosokkan tangan.
Kejang umum
Pada kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi pada sekujur tubuh dan disebabkan oleh gangguan yang memengaruhi seluruh bagian otak. Sebagian besar penderita kejang umum juga akan kehilangan kesadaraan saat kejang menyerang. Berikut ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang kejang umum:
- Mata yang terbuka saat kejang.
- Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali.
- Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan badan bagian atas berkedut.
- Otot tubuh tiba-tiba menjadi relaks sehingga penderita jatuh tanpa kendali.
- Gerakan ritmis berangsur-angsur lambat sebelum akhirnya berhenti.
- Penderita epilepsi kadang-kadang mengeluarkan suara-suara atau berteriak saat mengalami kejang-kejang.
- Mengompol.
- Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badannya terlihat pucat atau bahkan membiru.
- Dalam sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benar-benar tidak sadarkan diri.
- Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau jam.
Ada jenis epilepsi yang umumnya dialami oleh anak-anak, epilepsi tersebut dikenal dengan nama epilepsiabsence atau petit mal. Meski kondisi ini tidak berbahaya, namun konsentrasi dan prestasi akademik anak bisa terganggu. Ciri-ciri epilepsi ini adalah hilangnya kesadaran selama beberapa detik, mengedip-ngedip atau menggerak-gerakkan bibir, serta pandangan kosong. Anak-anak yang mengalami kejang ini tidak akan sadar atau ingat akan apa yang terjadi saat mereka kejang.
Penyebab Epilepsi
Berdasarkan penyebab yang diduga mendasarinya, epilepsi dibagi menjadi tiga, yakni simptomatik, kriptogenik, dan idiopatik.
Pada epilepsi kriptogenik dan idiopatik, penyebab pastinya belum diketahui. Epilepsi idiopatik adalah epilepsi yang mana otak penderita dan kemampuan kognitifnya sama sekali tidak menunjukkan masalah. Sedangkan untuk epilepsi kriptogenik, walau pemeriksaan otak penderitanya normal, gangguan belajar atau kognitif penderitanya menandakan bahwa kerusakan pada otak telah terjadi.
Untuk epilepsi simptomatik, beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah cacat saat lahir, kelumpuhan otak, cedera pada kepala, tumor, stroke, meningitis, dan mengonsumsi narkoba atau alkohol secara berlebihan. Selain itu, kekurangan oksigen pada bayi selama proses kelahirannya, juga diduga sebagai salah satu penyebab epilepsi simptomatik.
Mengenali hal-hal yang dapat menjadi pemicu kejang
Jika Anda merupakan penderita epilepsi, ada baiknya mengenali hal-hal yang dapat memicu kejang agar Anda dapat melakukan pencegahan atau antisipasi. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat memicu terjadinya kejang, diantaranya:
- Lelah akibat kurang tidur
- Tidak mengonsumsi obat anti-epilepsy secara teratur
- Tekanan emosional
- Kadar gula darah yang rendah
- Demam
- Konsumsi alkohol yang berlebihan
- Penggunaan narkoba
- Saat menstruasi pada wanita, yaitu ketika otak dipengaruhi oleh perubahan hormon-hormon pada masa tersebut
- Lampu berkedip atau cahaya yang menyilaukan
- Makanan tertentu misalnya yang mengandung banyak kafein.
Diagnosis Epilepsi
Dalam mendiagnosis epilepsi, hal utama yang akan dipelajari dokter adalah riwayat kesehatan dan pola hidup pasien. Dokter akan menanyakan mengenai ciri-ciri kejang yang dialami pasien.
Jika pasien tidak ingat mengenai detail kejang yang dialaminya, dokter bisa menanyakan hal tersebut kepada keluarga pasien.Jika pengecekan riwayat kesehatan dirasa tidak cukup untuk mendiagnosis epilepsi, dokter kemudian akan melakukan tes untuk memastikannya.
Tes tersebut di antaranya pemindaian dengan pencitraan resonansi magnetik atau MRI scan, yakni pendeteksian adanya cedera atau kelainan pada otak sebagai penyebab kejang.
Tes lainnya adalah Electroencephalogram atau EEG, yakni sebuah tes untuk memeriksa adanya gangguan pada impuls atau aktivitas elektrik di dalam otak yang mungkin menjadi penyebab terjadinya kejang.
Pengobatan Epilepsi
Epilepsi memang tidak bisa disembuhkan, namun tersedia sejumlah obat-obatan anti-epilepsi yang dapat mengendalikan kejang. Banyak penderita epilepsi yang kejangnya berkurang, atau bahkan tidak mengalami kejang sama sekali selama bertahun-tahun setelah menjalani terapi pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE).
Dalam menentukan OAE yang paling cocok dengan pasien, dokter akan menyesuaikannya dengan usia, kondisi, dan frekuensi kejang yang dialami pasien. Selain itu, jika pasien sedang mengalami masalah kesehatan lainnya, dokter akan menyesuaikan OAE agar tidak bersinggungan dengan kinerja obat-obatan lainnya yang sedang dikonsumsi pasien.
Agar kejang dapat dicegah secara maksimal, pasien disarankan untuk selalu meminum obat sesuai dengan yang diresepkan dokter secara teratur. Selain itu, jika pasien ingin berhenti mengonsumsi atau beralih ke jenis OAE lainnya, sebaiknya tanyakan dahulu kepada dokter.
Segera beri tahu dokter jika Anda mengalami migrain, perubahan suasana hati, depresi, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri setelah mengonsumsi OAE.
Berikut ini adalah jenis-jenis OAE yang telah tersedia pada saat ini:
- Phenobarbital
- Phenytoin
- Carbamazepine
- Sodium valproate
- Vigabatrin
- Topamax
- Tiagabine
- Oxcarbazepine
- Levetiracetam
- Lamotrigine
- Gabapentin
Beberapa efek samping OAE yang umum dialami adalah mual, pusing, perubahan suasana hati, sakit perut, dan peningkatan berat badan. Sedangkan efek samping OAE yang tergolong parah, namun jarang terjadi adalah radang pada hati, ruam tingkat parah, depresi, dan pikiran untuk bunuh diri.
Komplikasi Epilepsi
Alasan kenapa kejang-kejang pada penderita epilepsi perlu ditangani dengan tepat adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi dan situasi yang dapat membahayakan nyawa penderitanya. Contohnya adalah terjatuh, tenggelam, atau mengalami kecelakaan saat berkendaraan akibat kejang.
Masalah kesehatan mental yang muncul akibat epilepsi juga tidak boleh dianggap enteng. Penderita bisa saja melakukan bunuh diri akibat merasa depresi dengan kondisinya tersebut. Dalam hal ini, peran keluarga dan orang-orang yang dekat dengan penderita sangat dibutuhkan untuk selalu memberikan dukungan dan semangat padanya.
Dalam kasus yang jarang terjadi, epilepsi dapat menimbulkan komplikasi berupa status epileptikus. Status epileptikus terjadi ketika penderita mengalami kejang selama lebih dari lima menit atau mengalami serangkaian kejang pendek tanpa kembali sadar di antara kejang. Status epiliptikus dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otak, bahkan kematian.
Komplikasi lainnya yang juga jarang terjadi adalah kematian mendadak. Hingga kini, penyebab kematian mendadak pada penderita epilepsi masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa ahli mengemukakan bahwa itu berkaitan dengan dampak pada jantung dan pernapasan akibat kejang.
Epilepsi dan kehamilan
Tidak dapat dipungkiri bahwa epilepsi berbahaya bagi kehamilan. Kejang yang terjadi berpotensi menggugurkan bayi yang sedang dikandung dan juga mengancam nyawa sang ibu. Beberapa jenis obat anti epilepsi pun ada yang berisiko membuat janin mengalami kecacatan.
Namun jika Anda menderita epilepsi dan ingin, jangan cemas. Rencanakan dan lakukanlah pemeriksaan kandungan dan kondisi Anda secara rutin ke dokter. Banyak wanita yang menderita epilepsi dapat menjalani kehamilan dengan normal dan melahirkan anak yang sehat.
epilepsi terjadi karena gangguan impuls listrik pada syaraf otak
ReplyDeleteartikel menarik, komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
ReplyDelete